Buah Insomnia: PILIHAN
Mungkin ini sekedar sharing, mungkin juga sebuah pengakuan besar-besaran, mungkin juga sebuah perenungan. Bisa jadi, di akhir tulisan ini anda baru dapat memutuskan yang mana.
Tidak pernah ada manusia yang memilih untuk dilahirkan. Kendati demikian, anda sekalian tentunya ada karena pilihan. Sederhananya, bayangkan bila kedua orangtua anda memutuskan tidak jadi menikah.
Namun demikian, sepanjang hidupnya, manusia selalu diperhadapkan dengan pilihan-pilihan. Baik kecil/sepele maupun besar.
Mau makan apa?
Mau pergi kemana?
Mau sekolah di mana?
Mau kerja apa?
Mau menikah dengan siapa?
Mau anak berapa?
Mau berteman dengan siapa?
Mau memaafkan kesalahannya atau tidak?
Mau berbuat baik atau tidak?
Mau cuekin atau tidak?
Mau diam atau bicara?
Berawal dari dua setengah tahun sebelumnya, saya memiliki pengharapan yang cukup tinggi pada sebuah institusi, saya memilih sebuah jalan yang dirasa aman untuk masa depan. Namun ternyata salah. Mau kecewa, mau marah, mau lari, saya tidak bisa. Saat itu saya merasa satu-satunya jalan hanyalah terus bertahan hingga harapan tercapai. Tetapi kemudian shit happened.
Gambarannya seperti seseorang yang mengembara di sebuah padang tak bernama. Dari jauh nampak berkilau emas, tetapi ketika didekati yang dikira emas ternyata kawah-kawah Candradimuka. Sang pengembara tetap bertahan. Satu persatu kawah berhasil dilewatinya. Sayangnya tiada tempat untuk membaringkan kepalanya. Lelah, luka, terseok-seok, sang pengembara tetap melangkah maju. Hingga suatu hari, akibat kelelahannya, sang pengembara jatuh ke dalam sebuah kawah tanpa sempat mengantisipasi.
Kendati demikian, sang pengembara pun berhasil keluar dari lubang iblis itu. Namun sayang, kawah yang terakhir itu telah menguras seluruh tenaganya, hingga ia tak dapat lagi bertahan dari kawah selanjutnya. Dia pun mati suri.
Dalam keadaan itu, mata sang pengembara dicelikkan Tuhan. Dia baru ingat, bahwa dia punya pilihan. Masih ada padang lain yang lebih aman dan juga memiliki emas. Dalam mimpi surinya, Tuhan memberinya waktu untuk menentukan pilihannya.
Dan saat ini saya dalam keadaan mati suri.
***
Tetapi saya tidak ingin membicarakan keadaan mati suri saya. (Kendati hal itulah yang membuat saya insomnia dan alasan terciptanya tulisan ini). Puji Tuhan, dalam kondisi ini, saya memiliki banyak waktu untuk merenung dan menyadari lebih dalam mengenai pilihan-pilihan yang nampaknya sepele dalam hidup manusia.
Lebih spesifik lagi, dalam hubungan antar manusia.
Pernahkah anda memaki putra anda karena dia mengganggu anda bekerja? Bagaimana jika saya katakan bahwa sesungguhnya putra anda ingin menunjukkan gambarnya sebagai tanda cintanya?
Pernahkah anda memilih untuk meremehkan seorang yang kelihatan tak berkoneksi? Bagaimana jika saya katakan kepada anda, bahwa sesungguhnya dia adalah putra presiden?
Pernahkan anda memilih untuk menuduh bawahan anda hendak pulang sebelum waktunya, hanya karena sang bawahan membawa tas di koridor yang menuju pintu keluar? Bagaimana jika saya katakan, bahwa sesungguhnya sang bawahan sebenarnya hendak melanjutkan pekerjaannya di lantai atas yang kebetulan tangganya dekat dengan pintu keluar?
Pernahkan anda memilih untuk bersikap keras pada putri anda? Kemudian ketika putri anda sudah dewasa, anda malah bertanya-tanya mengapa hubungan anda begitu buruk dengan dia?
Pernahkah anda memilih untuk mempermalukan seseorang di depan umum karena kesalahannya? Bagaimana kalau saya katakan bahwa sesungguhnya orang itu tidak bersalah?
Pernahkah anda memilih untuk tidak memaafkan seseorang? Kemudian ketika hidup anda tidak bahagia, dan anda bertanya-tanya apa sebabnya?
Bagaimana bila posisi anda dibalik dengan objek yang anda lukai?
Hubungan antar manusia tak lepas dari keputusan-keputusan kecil yang kita ambil. Kita pun tidak pernah sungguh mengenal orang-orang di sekitar kita. Sekalipun itu saudara kita sendiri. Apalagi bawahan kita.
Maka itu. saya pun memutuskan untuk berbuat dan bersikap baik pada seseorang. Kita tidak pernah tahu ada apa di masa depan. Bila marah, usahakan seperlunya saja hingga subjek yang kita marahi mengerti kesalahannya. Lebih dari itu, berarti anda memilih untuk mengkonsumsi api nafsu anda alih-alih memperbaiki apa yang salah. Dengan demikian anda akan mendapatkan respek dari orang-orang di sekitar anda. Termasuk orang-orang yang memilih untuk merugi, dengan tidak menyukai anda.
***
Komentar
Posting Komentar