Sinkronisasi Dua Duniaku

Sejak kecil saya ingin menjadi penulis. Marga T adalah penulis yang menjadi inspirasi saya terbesar. Apalagi beliau pun seorang tabib. Namanya impian anak kecil, ditambah lagi saya berasal dari keluarga tabib yah jadilah saya masuk sekolah pertabiban dengan berpikiran suatu saat nanti bisa menjadi seperti idola saya.


Aneh ya? Kedua kaki saya menginjak dunia yang berbeda. Memang ada kalanya, saya merenungkan. Mana ya yang lebih saya suka? Dunia medik atau dunia nulis. Tapi kepala saya malah jadi panas. Dengan kata lain, saya tidak bisa memilih salah satunya. Bila menjadi tabib adalah impian saya, maka menjadi penulis fiksi adalah gairah hidup saya.

Namun baru belakangan ini, saya menemukan tali penghubung antara dua dunia yang amat berbeda ini. Satu, keduanya adalah sama-sama seni. Kreatifitas tinggi amat diperlukan. Jangan dikira menjadi tabib kita harus pintar selangit. Adakalanya kita perlu menggunakan feeling untuk membuat suatu diagnosa yang terarah. Dan jangan dikira menjadi penulis, murni hanya butuh feeling, logika dan nalar pun harus ada dalam membuat alur cerita yang make sense.

Kedua, keduanya memerlukan soul. *ditimpuk* ups. Memang semua pekerjaan memerlukan soul untuk bisa ditekuni. Hehe.. Begini. Saya suka menolong orang lain dan memerlukan soul dan dedikasi untuk bisa menghadapi (maaf kata) pasien-pasien "sulit" dengan keluarga pasien "sulit", alias kurang kooperatif. Jujur, saya orang yang amat sangat tidak sabaran. Tetapi secara ajaib saya bisa menjadi super sabar saat sedang bekerja. XD Saya pun suka menyampaikan buah pikiran saya dalam sebuah tulisan. Perlu perasaan yang baik untuk menyampaikan apa yang ingin kita sampaikan dalam cerita kita. Pembaca bisa merasakannya bila kita tidak menggunakan soul dalam menulis buah pikiran kita.

Ketiga, keduanya saling melengkapi. Rutinitas dalam dunia tabib (serius) sangat monoton. Dengan menulis, saya seakan sedang jalan-jalan refreshing ke dunia lain. Sedangkan menulis butuh ide. Dari mana ide itu? Tentu saja dari keseharian saya sebagai seorang tabib. Bertemu dengan berbagai macam orang dan kondisi, memberikan ide untuk tulisan saya.

Yah, begitulah. Mungkin ini hanya sedikit curcol ngga jelas saya. Soalnya, belakangan ini saya banyak juga menemui mahasiswa pertabiban yang juga memiliki hobi menulis. :P Tetapi apapun pekerjaan utama anda, bila menulis adalah gairah hidup anda. Ya, lakukan saja. Kurasa kita tidak perlu memilih ingin menekuni yang mana. Karena apa yang Tuhan izinkan kita lakukan, tidaklah menjadi sia-sia.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buah Insomnia: PILIHAN

Unfinished Work, That is Me (2)