Fallen Sky #1: Lone Wolf
Cyant ingat pada ajaran ibunya bahwa segala sesuatu yang kita putuskan dan lakukan hari ini, akan berpengaruh pada apa yang akan terjadi besok. Seperti hal nya saat ia memutuskan untuk menyelamatkan seorang gadis dari kerumunan para haun, makhluk sejenis anjing pemakan daging yang berkeliaran di malam hari. Ia sendiri sebenarnya sedang dalam keadaan buru-buru. Ingin secepatnya mencapai Moroz dan mencari petunjuk supaya kematian adiknya dan seluruh penduduk desanya tidak sia-sia.
Sekitar tiga sampai empat hari yang lalu, desanya diserang sekelompok orang tak dikenal. Cyant sendiri, saat itu sedang pergi ke Moroz, kota terdekat dari Rehna, desanya. Betapa terkejutnya ia mendapatkan desanya hancur berantakan dan adiknya terbaring tak bernyawa di dalam rumahnya yang terlalap api. Hanya segelintir orang yang selamat dan semuanya bertekad hanya menerima nasib sebagai kaum yang kecil dan lemah, namun tidak demikian dengan Cyant. Ia bertekad untuk mencari pelakunya berdasarkan petunjuk yang didapatkannya.
Cyant mengutuk gadis yang sedang dikepung para haun yang lapar itu. Gadis itu nampak tidak membawa apapun, kecuali pakaian compang-camping yang dikenakannya dan batang kayu yang berfungsi sebagai obor sebagai senjata untuk menghalau. Hanya orang gila yang berani berkeliaran di dalam hutan sendirian di malam seperti ini tanpa membawa apapun. Ditambah lagi, anak kecil saja tahu, haun tidak takut pada api. Kebodohannya itu membuat Cyant kehilangan waktu yang berharga.
Ketika seekor haun melompat untuk menerkam gadis itu dari arah belakang segera Cyant menarik ekornya dan sekuat tenaga melemparkannya ke arah gerombolannya. Haun-haun itu nampak kaget karena tak menyangka ada bala bantuan datang. Cyant hanya menatap satu persatu haun-haun itu dengan tatapan tajam dan mereka pun langsung segera pergi. Adalah bakatnya sejak kecil, disegani berbagai macam binatang termasuk binatang buas. Karena itu ia tidak butuh apapun untuk berjalan di dalam hutan di malam hari seperti ini kecuali senter untuk menerangi jalan.
“Bodoh sekali kau berjalan sendirian di hutan di malam hari!” seru Cyant pada gadis itu dengan nada kesal. Gadis itu nampak masih terpana dengan kejadian barusan, sehingga matanya terpaku pada arah perginya para haun. Namun ucapan Cyant membuatnya menoleh pada pemuda itu.
Sekilas lewat rasa familiar aneh meliputi Cyant saat mata mereka bertemu.. Tetapi ia tidak sempat memikirkan perasaan macam apa itu, karena kejengkelannya telah menutupinya. Segera ia berbalik untuk melanjutkan perjalanan.
“Tunggu!”
Namun Cyant sama sekali tidak berniat menoleh. Hanya buang-buang waktu saja. Mungkin saja bila Shena ada di sini, adiknya itu pasti akan menuduhnya tidak tuntas menolong. Ya, jelas sebenarnya ia sama sekali tidak peduli dengan keselamatan gadis itu, ia menolongnya karena merasa raungan dan jeritan-jeritan itu membuat kepalanya pusing. Walaupun akibatnya, ia kehilangan waktu yang berharga.
Terdengar olehnya suara langkah kaki menginjak rerumputan dan rerantingan hutan. Cyant bisa merasakan gadis itu sedang mengikutinya diam-diam. Menyusahkan, dalam hati ia menggerutu. Namun setidaknya, gadis itu sama sekali tidak berusaha memanggilnya lagi. Baguslah, karena ia benci gadis cerewet –kecuali adiknya tentu saja. Dan ia pun berharap, gadis itu tahu bahwa tidak ada pertolongan kali kedua untuknya.
Fajar menyingsing dan bersinar kemerahan, menandakan sudah waktunya ia menyantap sarapan paginya. Di sebuah tebing tempat hutan berakhir ia pun duduk dan mulai membuka bekalnya. Sebenarnya bukan bekal juga, hanya pil dalam tabung kecil bertuliskan SD110 yang dicurinya dari tubuh prajurit yang dibunuhnya. Sebuah pil pengganti makan untuk tentara.
Dari tempatnya, ia dapat melihat kota Moroz di bawah sana beserta dengan gurun pasir yang mengelilinginya. Mungkin siang nanti ia sudah bisa sampai ke kota itu. Tak disangkanya ia akan kembali ke kota itu dalam waktu yang cukup singkat.
Sementara ia duduk, tanpa sengaja ia melirik ke arah tempatnya berasal. Dilihatnya gadis yang mengikutinya itu sedang tergeletak tak sadarkan diri. Cyant melengos.
Maaf saja, tidak ada dua kali...
Tapi kemudian ia terdiam memikirkan kemungkinan-kemungkinan akan apa yang dikatakan Shena bila saja masih hidup berputar-putar di kepalanya. Beberapa saat kemudian ia mengumpat dan bangkit untuk menolong gadis itu.
Dalam hati ia mengeluh, pasti dirinya sudah gila karena mempedulikan pendapat yang mungkin akan dilontarkan orang yang sudah meninggal dan ini membuang-buang waktu saja!
Sinar matahari yang mulai menampilkan sosoknya membuat Cyant dapat melihat sosok gadis yang diselamatkannya. Gadis itu cantik sekalipun wajahnya kotor dan rambut panjang kecoklatannya nampak kusam. Pakaiannya seperti pakaian penduduk Rehna, tetapi Cyant tidak dapat mengingat wajahnya. Mungkin juga karena selama ini, ia hampir tidak pernah bersosialisasi dengan para penduduknya.
Gadis itu nampak sangat kelelahan dan langsung tertidur pulas setelah menelan pil pengganti makan dan minum air. Sepertinya karena mengikuti Cyant sepanjang malam.
Salahnya sendiri. Siapa yang suruh mengikutinya. Tidak ada manusia yang tidak butuh tidur seperti dirinya. Ia memang bukan manusia biasa, karena dapat memulihkan sempurna tenaganya hanya dengan beristirahat barang sejam sampai dua jam.
Beberapa saat kemudian, ia merasa sudah waktunya untuk melanjutkan perjalanan. Ia bangkit berdiri dan meninggalkan sosok feminim yang sedang terlelap tanpa berbalik sedikit pun...
***
Keramaian langsung menyambut Cyant bahkan sebelum ia memasuki kota Moroz. Kota itu memang bukanlah kota besar seperti ibukota Kahan, namun Moroz penuh dengan para pendatang karena merupakan pusat jalur perdagangan sebelah barat.
Cyant menaikkan kerudung jubahnya untuk mencegah pasir memasuki mata, karena angin berpasir hari ini lebih kencang dari biasanya. Ada kemungkinan akan adanya badai pasir, maka dari itu ia harus segera menyelesaikan urusannya di kota ini.
Kota ini memiliki dua distrik sejak sepuluh tahun yang lalu ketika para penghuni dunia atas, Skier, menduduki wilayah kerajaan Kahan. Distrik pertama adalah rumah warga sipil, tempat yang sering dikunjunginya sekali setiap bulan bersama Shena bila ingin menyuplai bahan makanan. Sedangkan distrik kedua adalah basis militer Sky Imperium dimana ada larangan masuk bagi para Downer. Tempat yang dituju Cyant adalah daerah netral di tengah kedua distrik itu dan berada tak jauh dari pasar Moroz yang semerawut.
Langkah kakinya berhenti begitu sampai di depan sebuah bengkel besar arm, sebuah mesin robot raksasa hasil teknologi tercanggih yang bisa dicapai manusia di saat ini. Suara bising palu dan las langsung berkumandang dari dalam bangunan berbau asap dan logam. Tanpa tedeng aling-aling, Cyant langsung bertanya pada seorang pekerja yang kebetulan sedang berdiri di depan bengkel.
“Aku ingin bertemu dengan Colt Hammer.”
Pekerja itu mendekatkan kepalanya pada Cyant sambil mengisyaratkan bahwa ia tidak mendengar perkataannya. Pemuda itu pun mengulangnya sekali lagi. Si pekerja langsung menunjukkan suatu arah. “Sedang jam istirahat. Dokter Hammer biasanya ada di Blues Bar.”
Cyant tahu tempat itu. Tempat para bajingan berkumpul, termasuk para Skier keparat. Ia pun menganguk sekali dan mengucapkan ucapan terima kasih sekilas, kemudian segera melangkahkan kakinya ke arah bar itu. Langkahnya kali ini lebih cepat dari sebelumnya.
Bar itu ramai di jam makan siang seperti ini dan penuh dengan asap rokok. Musik mengalun lembut dimainkan oleh grup musik tua di panggung kecil bar. Penerangannya hanya dengan lampu seadanya dan cahaya matahari yang menembus jendela dan ventilasi. Cyant menoleh ke kiri dan kanan lalu akhirnya menuju meja kayu panjang tempat sang bartender berkeliaran.
“Satu green hez,” ujarnya sambil menyodorkan sejumlah uang pada sang bartender. Bartender berambut keriting itu menganguk, mengambil uangnya dan setelah menuang penuh sebuah gelas besar, ia menaruh gelas berisi cairan hijau berbuih ke depan hidungnya. “Aku mencari Colt Hammer."
BRAK!
Suara keras itu seakan menarik sendi leher mereka untuk mengarah pada salah satu meja penuh kartu dan uang yang terletak di sudut. Nampak di meja itu, seorang tentara Skier bertubuh kekar menatap gusar ke arah seorang pemuda berambut pirang berantakan. Di belakangnya telah bersiap siaga, empat sampai lima orang temannya yang juga berseragam. Suasana di dalam bar itu dalam sekejap menegang.
“Bagaimana mungkin kau menang terus! Kau pasti curang!” tuduh tentara itu.
Si pirang itu tersenyum mengejek. “Curang? Maksudmu pasti kau sendiri. Kau kira aku tidak tahu apa yang kau sediakan di dalam lengan bajumu yang panjang itu?” Hembusan angin luar biasa cepat yang dibuat oleh salah satu tangan si pirang dan menebas sobek ujung lengan panjang seragam tentara itu. Nampak beberapa kartu tambahan terjatuh dari sana sebagai akibatnya.
“Hei! Dia curang! Pantas saja dari tadi aku kalah melulu!” seru salah satu penonton.
Wajah tentara itu merah padam. “Diam kau, tua bangka!” bentaknya pada si pemrotes. Pandangan langsung beralih pada si pirang dan tangannya sudah siap di sabuk pistolnya. “Kau harus membayar atas kecuranganmu, rambut pirang!”
Tetapi kejadian itu tidak diambil peduli oleh Cyant. “Apa Colt Hammer ada di sini?” tanyanya lagi.
Pertanyaannya membuat kesal si bartender yang sedang cemas mengawasi peristiwa itu. Khawatir barnya rusak hanya karena seorang gila yang ingin menantang tentara Skier bertarung. “Dia disana!”
Cyant mengerutkan dahinya menatap arah telunjuk si bartender karena arahnya adalah meja sumber aura panas dalam bar ini. “Mana?”
“Itu! Yang sedang melerai itu.”
Memang kini baku hantam yang hampir saja terjadi itu nampak sedang dilerai oleh seorang pria berkacamata. Rambutnya yang hitam diikat asal-asalan. Tubuhnya kurus tanpa postur seorang petarung. Colt Hammer memang bukan petarung, tetapi Cyant tahu mengapa ia berani mengajukan dirinya sebagai pendamai antara tentara Skier -yang ditakuti para Downer- dan si pirang nekad. Karena Colt sendiri adalah seorang Skier dengan kasta yang cukup tinggi, Gamma, dibandingkan dengan para tentara rendahan itu yang pasti menempati kasta Deltha. Benar saja, tentara-tentara itu langsung mematuhi pria itu dan meninggalkan bar itu sambil memaki. Sementara si pirang tertawa puas dan tak lama meninggalkan bar itu pula.
Begitu nampaknya masalahnya beres, Cyant menghampiri Colt yang kini sudah duduk di mejanya lagi. Ilmuwan itu langsung berbinar senyum begitu melihat pemuda itu. “Ah, aku ingat padamu. Kau kan yang pernah mampir di bengkelku hampir seminggu yang lalu... hmm.. Shena dan kau adalah...”
“Cyant.” Ekspresinya mengeras mendengar nama adik perempuannya disebut.
“Ohya, benar. Apa kabar adikmu? Aku menantikan hari dimana dia bisa menjadi salah satu ilmuwan arm yang hebat.”
“Itu tidak akan pernah terjadi,” sahut Cyant. “Karena adikku sudah mati.”
Senyuman di wajah Colt pun memudar. “Oh..”
Cyant tidak menjawab dan dilihatnya ekspresi wajah Colt yang mengerti maksudnya.
“Maafkan aku. Aku lupa sudah mendengar soal Rehna...”
“Tentu saja kau melupakannya,” potong Cyant dengan suara sedingin es dan penuh kebencian. “Karena bagi kalian, Skier, satu dua desa seperti Rehna yang hancur, hanya seperti kutu yang mati dalam pembasmian hama.”
Beberapa pengunjung bar sempat melirik ke arah mereka karena tertarik atas ucapan bernada sinis Cyant. Ucapan itu memang tergolong berani di saat ini. Sudah rahasia umum para Skier akan bertindak tegas pada Downer yang berani berkata buruk tentang mereka.
Colt terdiam sejenak mendengarnya. “Kau benar, aku tidak mungkin bisa mengerti apa yang kau rasakan. Aku hanya bisa memintakan maaf darimu untuk kesalahan yang dilakukan negaraku. Selain itu setidaknya aku akan berusaha melakukan apa saja untuk membantumu.” Colt tersenyum sedikit, “Apa yang bisa kulakukan?”
Cyant pun mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya dan meletakkannya di atas meja. Sebuah pistol barreta kecil berwarna perak. “Aku menemukannya bersama dengan mayat adikku,” ujar Cyant sambil menatap lekat-lekat mata Colt. “Kau adalah ilmuwan arm yang cukup sering berhubungan dengan militer, jadi aku ingin bantuanmu dari petunjuk yang kutemukan ini.”
Wajah Colt sekilas berubah melihat pistol itu, tetapi ia hanya berkata, “Itu pistol yang hanya dimiliki oleh perwira menengah dari kesatuan militer Sky Imperium.”
Cyant menunggu sejenak lanjutan dari keterangan itu. “Hanya itu?” tanyanya menyelidik. “Kelihatannya masih ada lagi yang belum kau sampaikan.”
Pria berkacamata itu pun menghela nafas panjang kemudian mengambil gagang pistol itu dan memperlihatkan salah satu sisi gagangnya. Ada sebuah ukiran di sana.
Z14a
“Ini adalah kode nama pemilik pistol ini. Kau bisa mulai mencarinya dari data kemiliteran perwira yang memiliki kode ini.”
“Dimana aku bisa mencarinya?”
“Kau bisa menemukannya di ruang data markas militer yang cukup besar, bukan di pos-pos militer yang terdapat di kota kecil ini. Seperti markas utama di Canor, cabang besar seperti di Kahan dan Dalcatraz.”
“Kau bisa membantuku?”
Ilmuwan itu menggeleng. “Sayangnya tidak. Walaupun ilmuwan sepertiku memiliki kasta yang cukup tinggi, namun aku tidak memiliki akses untuk itu.”
Kalimat terakhir Colt itu pertanda bahwa pembicaraan mereka telah berakhir. Cyant pun bangkit berdiri. “Terima kasih, Dokter Hammer. Aku dan adikku akan sangat berterima kasih atas bantuanmu.”
Colt menganguk sambil menyunggingkan senyuman cemas. “Cyant, berhati-hatilah. Demi adikmu yang pasti tidak menginginkan kakaknya celaka.”
Cyant hanya menganguk sekilas kemudian meninggalkan tempat itu setelah membayar minumannya.
***
Angin berpasir kini bertiup jauh lebih kencang daripada sebelum Cyant memasuki bar itu. Indikasi mutlak bahwa akan terjadi badai malam ini dan tidak mungkin baginya untuk melanjutkan perjalanan setidaknya hingga esok hari. Cyant menghela nafas sambil memikirkan langkah selanjutnya. Ia tidak punya cukup uang untuk tidur di penginapan. Alternatif lainnya adalah gudang kosong di pasar Moroz, tempat para gelandangan tidur. Tidak buruk juga. Toh, sekarang dirinya sudah menjadi gelandangan yang tidak punya apa-apa, kecuali dendam dalam hatinya.
“Hei, kau!”
Cyant menoleh dan mendapati lima sampai enam pria bertubuh tegap dalam seragam tentara Skier. Ia mendengus pelan. Kaum yang dibencinya.
“Kau, Gaian yang tadi menghina Sky Imperium di bar kan?!”
Cyant melengos hendak pergi. Malas rasanya meladeni orang sombong kurang kerjaan macam Skier-Skier ini. Nampaknya tindakannya itu semakin memancing kemarahan tentara-tentara itu.
“Diam di tempat!” Terdengar suara pistol yang terkokang. “Atau kau mau mati, Gaian?”
Cyant pun berhenti dan dengan tenang berbalik menatap tentara-tentara Skier yang kini sedang tertawa sinis padanya. Mereka mungkin berpikir dirinya takut di bawah ancaman senjata, tetapi yang sebenarnya ia sama sekali tidak merasakan emosi apapun. Jika kekerasan yang mereka inginkan, maka ia tidak keberatan memberikannya.
Sabetan angin yang datang tiba-tiba membuat genggaman tentara itu pada pistolnya terlepas. Baik kedua belah pihak segera menoleh melihat arah datangnya angin. Dan untuk kedua kalinya hari ini, Cyant melihat pemuda berambut pirang yang hampir berkelahi di bar tadi.
“Belum cukup bersenang-senangnya, anjing Skier?” ejek pemuda itu.
“Kau!!!” Tentara itu nampak mengenalinya.
Kontan tentara-tentara itu murka dan hendak mengeluarkan senjata masing-masing. Suara keras pun terdengar ketika Cyant dengan cepat menghajar wajah salah satu tentara dengan lututnya. Sementara perhatian teman-temannya yang lain teralih oleh Cyant, pemuda pirang itu mengibaskan kedua tangannya yang berpelindung tangan, membuat dua tentara menjatuhkan senjata-senjata mereka sambil mengaduh kesakitan memegangi tangan mereka. Kemudian dua tentara itu langsung jatuh pingsan setelah masing-masing terkena tendangan telak di perut dan pukulan siku di wajah yang dilontarkan Cyant.
Suara tembakan terdengar. Untungnya Cyant berhasil menghindari peluru yang dilontarkan salah satu dari tiga tentara yang masih tersisa. Ia segera melakukan serangan balasan dengan sedikit menunduk untuk meningkatkan kecepatan pukulannya pada ulu hati si penembak.
Sementara itu di belakangnya terdengar suara jatuh. Cyant menoleh dan mendapati salah seorang tentara yang lain jatuh terkelungkup. Pemuda pirang itu berdiri di belakangnya.
“Hampir saja, kawan,” ujarnya tersenyum. “Sepertinya kita bisa jadi tim yang kompak. Siapa namamu?”
Cyant mendengus. Ia sama sekali tidak berniat menjawab.
“Kalian jangan berani-berani meremehkanku!!!”
Keduanya spontan menoleh pada satu tentara yang tersisa. Tentara yang tadi mengacungkan pistol ke arah Cyant. Namun sekarang tangannya menggenggam pedang tipis. Wajahnya nampak kemerahan akibat murka.
“Oh, ternyata masih tersisa satu anjing,” ejek pemuda itu.
“Tuan Edward!”
Terdengar suara memanggil dari kejauhan. Nampak dua sosok laki-laki setengah baya dengan seorang gadis muda berambut pendek berlari-lari menghampiri mereka. Sementara pemuda pirang itu menghela nafas kesal. “Lagi-lagi mereka mengganggu.” Nampaknya kenalan si pemuda pirang itu.
Menyusahkan saja. Cyant menggerutu dalam hati. Selagi perhatian mereka teralih, ia segera beranjak pergi dari sana.
***

Fallen Sky by Anggra T is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License.
Komentar
Posting Komentar