BERUSAHA INSOMNIA: Efek Kupu-Kupu Tahun Terbaik

Pernahkah kamu memikirkan bagaimana caranya kamu bisa tiba di tempat yang saat ini sedang kamu tempati? 

Misalkan kamu ke Bandung dan caranya kamu ke sana dengan naik mobil. Mobil berbahan bakar bensin. Bensin berasal dari pom bensin. Pom bensin dikelola oleh para petugas pom bensin. Bensin juga diolah dari minyak bumi. Dikirim oleh truk tangki minyak yang besar dan memakan tempat itu ke pompa bensin tempat kamu isi bensin. Truk dikemudikan oleh seorang supir, yang punya anak istri, rumah...

NAH! Pernah nggak, berpikir bagaimana bila istri supir truk tangki minyak itu lagi PMS terus memicu pertengkaran rumah tangga dengan suaminya. Suaminya berangkat kerja dengan uring-uringan pula, kemudian nggak konsen mengendarai truknya, sehingga truknya kecelakaan, sehingga (lagi) bensin tidak dapat diantar ke pompa bensin dan akhirnya kamu tidak dapat bensin sehingga (lagi-lagi) tidak bisa pergi ke Bandung.

Kesimpulannya, karena istri supir truk bensin PMS, kamu tidak bisa pergi ke Bandung.

Jayus ya?

Yea, ini hanyalah ilustrasi butterfly effect sok ngena (nggak kena juga rapopo, yang penting sudah mencoba.), betapa apa yang terjadi pada kita hari ini semuanya berhubungan satu sama lain, berasal dari sesuatu yang kecil-kecil, sekecil keputusan sang istri supir truk tangki bensin untuk uring-uringan pada suaminya.

Daripada memikirkan resolusi tahun depan, saya lebih tergugah dengan apa yang telah saya lewati di tahun 2015 ini. Buat saya, 2015 adalah tahun yang paling bermakna dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Entah sejak kapan, saya kehilangan jati diri dan saya baru menyadari hal itu persis tahun lalu -tepatnya 5 Desember 2014- sehingga menuntun pada sebuah keputusan bulat. 

Saat itu semua jalan telah tertutup. Tuntunan ilahi membukakan mata saya melihat, hanya ada dua jalan. Lurus, namun terjalnya minta ampun sebab ada sebuah batu besar di depan saya yang sangat sulit dipanjat. Yang satu lagi, Belok, namun membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sampai tujuan. Saya pun memilih yang kedua. Kendati pun saat memutuskannya, hati saya remuk.

Pada awalnya 2015 menjadi tertuduh perusak diri bagi saya. Namun satu demi satu, dengan bantuan kiriman ilahi melalui keluarga dan teman-teman terbaik, yang terjadi justru sebaliknya. 2015 memberikan banyak waktu dari kumpulan hal-hal kecil menjadi suatu kesempatan untuk menata yang berantakan dan menemukan yang hilang.

Memang ada makhluk yang menyesalkan mengapa hal itu bisa terjadi. NAMUN saat ini, saya tahu bahwa itu adalah keputusan paling tepat yang pernah saya buat. Saya memang kehilangan, namun banyak mendapatkan. Tidak hanya kesempatan baru, ilmu baru, teman-teman baru, cara pandang baru, dunia baru, yang paling berharga adalah diri saya yang dulu

Ketika saya merenungkan bagaimana saya bisa berada di tempat ini, hari ini, menuliskan postingan curcolan ini, saya akan teringat keputusan di malam tanggal 5 Desember 2014 itu.

Ketika saya ingat pada hari itu, saya teringat tuntunan ilahi. 

Sumber segala pengetahuan melampaui akal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review: Last Minute in Manhattan

Unfinished Work, That is Me (2)