My Story: Walking Dead Real Life

Kalo elu pernah nonton sinetron Walking Dead, elu pasti tahu sinetronnya dimulai dengan adegan bapak polisi yang bangun di rumah sakit dan menemukan dunianya sudah kiamat.

Yang mau dicurhatin diomongin di sini adalah bahwa setiap dari kita pernah mengalami efek intro Walking Dead. Momen masing-masing orang berbeda, tapi ya gue mengalami hal begini beberapa bulan lalu dan momen gue adalah sehabis gue dapat "cap di buntut". Dalam sekejap mata, gue merasa dunia di sekeliling gue telah berubah. Bukan kiamat sih, tapi mendadak gue merasa asing seperti ada di negeri orang.

Jika dulu gue merasa hidup gue cukup maksimal 4 tahun aja, sekarang nambah jadi seumur hidup. Teman-teman hang out bareng mendadak berkurang, keluarga gue mendadak jadi orang asing, ortu gue mendadak jadi tua dan sakit, gue jadi ga terlalu suka membaca novel dan menulis. Simpangan jalan depan gue mendadak jadi gede-gede dan satu arah semua. Kalau sampe salah ambil jalan, muternya nun jauh di sana dan buang-buang waktu. Dan emang sih, jika menengok ke belakang ternyata gue udah banyak banget buang-buang waktu untuk hal-hal ga penting dan mikirin hal-hal yang ga penting. Padahal gue udah tahu, bahwa segala hal adalah alfa dan omega. Ada mulai dan ada akhir. 

Ujungnya hidup apa? 

Ya mati

Gila juga sih, umur tigapuluhan mikirnya udah mati. wkwkwk... Walaupun memang ada orang mahmud ( bukan mamah muda yah, maksudnya mahti muda), tapi gue sendiri meyakini pikiran gue lebay.

Tapi (lagi) gue bener kan? Ujung hidup ya mati. Memang ada agama yang mempercayai bahwa ujungnya mati ada reinkarnasi jadi hidup lagi. Gue sih nggak menolak kemungkinan itu, tapi gue sendiri percaya bahwa ujungnya mati yaa... nggak ada lagi hidup seperti yang sedang gue jalani sekarang. Palingan hidup yang ada adalah ya hidup kekal yang sejujurnya gue ga kebayang seperti apa. (Ampun Tuhan. Maapin aye.)

Nah, balik lagi ke dunia asing yang baru gue datangi ini. Gue sebenarnya sadar, dunianya sih masih sama-sama aja, tapi gue nya yang sudah berada di keadaan yang berbeda dari sebelumnya, begitupun orang-orang di sekeliling gue emang berubah, karena manusia memang dinamis, dan gue memandang mereka dari sudut pandang yang berbeda. 

Hal ini membuat gue mulai nunjukkin gejala-gejala depresi ringan, seperti nambah gendut dan gangguan tidur. Yang menyelamatkan gue adalah sebuah buku lama yang direvisi bernama Purpose Driven Life. Isinya tentang perjalanan 40 hari mencari cinta makna hidup. Buku ini betul-betul menyadarkan gue bahwa hidup BETUL-BETUL endingnya adalah MATI. Dengan pemikiran gue sendiri, gue sadar bahwa Tuhan bilang "Akulah alfa dan omega." (Wahyu 22:13). Jika lahir adalah alfa, dan mati adalah omega, maka dari awal hingga akhir semuanya adalah tentang Tuhan.

Mulai dari situ, mata gue betul-betul dibukakan. Bahwa bagaimanapun juga, fokus kita harus kepada Tuhan. Apa yang menjadi prioritas kita semuanya harus Tuhan. Gue pun mulai belajar untuk tidak egois, hal yang menjadi salah satu kelemahan gue selain gampang ngamuk. Dunianya sama, tapi manusia harus berubah menjadi lebih baik dan serupa dengan Penciptanya. Sulit, tapi setidaknya gue mulai melakukan baby step. Bahkan memilih di persimpangan jalanan satu arah yang sulit itu pun, akhirnya berhasil gue putuskan sendiri dan... gue percaya harusnya tidak akan ada penyesalan (yang ini lain kali aja ceritanya).

Akhir kata, gue melakukan apa yang si bapak polisi dalam Walking Dead itu lakukan di dunia kiamat itu...

Tetap melangkah.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review: Last Minute in Manhattan

Unfinished Work, That is Me (2)